Potensi pengeluaran mahasiswa di DIY sangat besar mencapai Rp300 miliar per bulan. Besaran pengeluaran mahasiswa ini memberikan kontribusi positif bagi perekonomian DIY terutama dalam bisnis makanan, minuman, pondokan, transportasi, komunikasi, teknologi informasi, rekreasi,dan bisnis retail lain. ”Biaya hidup mahasiswa untuk seluruh strata pendidikan rata-rata sebesar Rp1.278.350.Angka ini meningkat sebesar 32,37% dibandingkan dengan pengeluaran mahasiswa pada tahun 2004 yang hanya Rp965.750,” ujar Pimpinan Bank Indonesia DIY Tjahyo Utomo saat diseminasi survei biaya hidup mahasiswa.
Survei yang dilakukan bersama dengan Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta itu mencatat pengeluaran mahasiswa menumbuhkan sektor ekonomi.Tiga besar komponen pengeluaran adalah biaya makan dan minum sebesar 31%, pondokan 17%, dan biaya telepon atau handphone sebesar 10%.
Menurut Tjahyo, jumlah mahasiswa di Yogyakarta dari tahun ke tahun menunjukkan tren peningkatan. Tercatat pada 2007 jumlah mahasiswa mencapai 235.616 orang. Jumlah ini naik sekitar 8,61% dari jumlah mahasiswa pada 2006. Sedangkan pada 2008 ini, jumlah mahasiswa diasumsikan mencapai 300.000 orang.”Jumlah mahasiswa pendatang dari luar daerah dapat dipastikan menyebabkan aliran masuk (cash inflow) ke wilayah DIY yang selanjutnya dapat memberikan multiplier effect terhadap perekonomian DIY,”ujarnya.
Ketua Tim Peneliti Fakultas Ekonomi UPN Ardito Bhinadi mengatakan, banyaknya mahasiswa perguruan tinggi (PT) negeri maupun swasta di Yogyakarta disebabkan beberapa faktor. Faktor dominan adalah karena PT di Yogyakarta dianggap mempunyai kualitas baik (26%), selanjutnya adalah biaya pendidikan yang murah (24%),keamanan dan kenyamanan belajar (18%), murahnya biaya hidup (15%), dan dekat dengan daerah asal (14%).
Dari hasil survei,pihaknya merekomendasikan pada pemerintah untuk membenahi infrastruktur transportasi umum dan lalu lintas yang semakin padat karena banyaknya mahasiswa yang masuk. ”Selain itu, pemerintah juga perlu menjaga stabilitas keamanan dan perekonomian DIY agar tetap kondusif sebagai pilihan utama studi lanjut,” ujarnya. Pihaknya juga menemukan potensi penerimaan pajak kendaraan bermotor yang berasal dari daerah asal mahasiswa.
Menurutnya, jika kendaraan mahasiswa dimutasikan ke DIY, maka akan berpotensi menambah penerimaan pajak sebesar Rp17,74 miliar. ”Tapi jika semua kendaraan dimutasi akan menimbulkan permasalahan baru yaitu kemacetan, maka kami merekomendasikan agar memperbaiki moda transportasi massal untuk menarik potensi pajak menjadi pendapatan dari transportasi,” ujarnya.
Anggota Komisi B DPRD DIY Nur Achmad Affandi menyebutkan, pemerintah daerah harus segera menerapkan manajemen yang tepat untuk mengelola potensi ini. Sebagai langkah awal, pemerintah perlu melakukan pemetaan terhadap sektor kegiatan ekonomi masyarakat sehingga bisa diselaraskan dengan industri pendidikan di DIY.”Pendidikan bisa dianggap sebagai industri unggulan di DIY,karena itulah,perlu ada advokasi kebijakan yang bisa menempatkan pendidikan sebagai sektor unggulan,” tegasnya. Menurut Affandi,pengeluaran mahasiswa hanya dalam waktu satu bulan sudah mendekati Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yogyakarta tahun 2008 yang mencapai Rp485 miliar.
Dengan asumsi keuntungan sebesar 30% untuk usaha makan minum, pondokan, dan komunikasi sudah bisa mendatangkan keuntungan sebesar Rp4,8 triliun per tahun. ”Angka ini melebihi PAD Provinsi DIY bahkan setelah ditambah dengan PAD empat kabupaten dan satu kota di DIY,”jelasnya.
Peluang-peluang usaha yang berkaitan untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa banyak sekali. Mulai dari pondokan, rumah makan, lesehan, foto copy, internet, tempat hiburan, dan masih banyak lainya.Sehinggaa tidaklah heran karena memenuhi kebutuhan mahasiswa akan internet banyak warung atau bahkan toko butik yang menyediakan hot spot. Kebiasaan mahasiswa yang begadang pada malam hari pun di respon dengan baik oleh pelaku usaha makanan misalnya warung burjo yang biasa buka selama 24 jam. Dan juga warung-warung lesehan di jalan- jalan utama seperti di jalan solo dan malioboro yang buka sampai menjelang pagi.
Menurut beberapa pengembang yang ada di jogja mereka mulai melirik pembuatan perumahan untuk mahasiswa yang berasal dari kalangan menengah ke atas. Menurut beberapa sumber orang tua mahasiswa yang di luar kota akan membelikan rumah untuk ditempati mahasiswa selam pendidikan sekaligus untuk melakukan investasi. Sehingga tak jarang sekarang properti-properti yang berkembang di sekitar kampus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar