Faktor modal sosial berupa keeratan hubungan komunitas, nilai, dan budaya menjadi kunci keberhasilan kredit mikro. Bahkan, kepercayaan yang terbangun tersebut dapat mengatasi kendala informasi asimetris dan adverse selection, sehingga terjadi perbaikan akses bagi pelaku usaha mikro di pedesaan. Demikian salah satu temuan dari penelitian Krisna Wijaya dalam disertasinya yang berjudul Pengaruh Karakteristik Nasabah, Kondisi Perekonomian, dan Pembinaan Nasabah terhadap Penyaluran Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) di BRI Cabang Sleman.
“Keberhasilan BRI di pedesaan berkat modal sosial. Hal inilah yang juga menjadi barrier entry (penghalang) bagi bank-bank lain untuk masuk ke segmen ini,” jelas dia.
Krisna merupakan mantan direktur BRI yang pernah berkarier selama 25 tahun di bank tersebut Jabatan terakhirnya adalah komisaris independen Bank Danamon Indonesia.
Krisna mendapat gelar doktor ke-1068 di bidang multidisiplin ilmu dari Universitas Gadjah Mada, dengan predikat cum laude, setelah berhasil mempertahankan penelitiannya di hadapan tujuh penguji, di antaranya Prof Gunawan Sumodining-rat, ahli antropologi Irwan Abdullah Ph.D, Abdul Salam, dan Mochtar Masoed, di Kampus UGM, Yogyakarta, Senin (4/5).
Selain BRI, kini sejumlah bank gencar berekspansi ke kredit mikro, seperti Danamon melalui Danamon Simpan Pinjam, BTPN melalui Mitra Usaha Rakyat, Bank Mayapada dengan Mayapada Wira Usaha, dan lain sebagainya.
Dalam penelitiannya di Sleman, Krisna menemukan fakta bahwa keberadaan Kupedes terbukti memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki kesejahteraan masyarakat
Namun, kontribusi tersebut masih sangat minim. Hal itu terlihat dari setiap tambahan Kupedes senilai Rp 1 juta hanya meningkatkan pendapatan rata-rata Rp 55.152. Sebaliknya, kenaikan pendapatan nasabah pada angka yang sama, yakni Rp 1 juta mendorong tambahan Kupedes lebih besar, yakni rata-rata Rp 6,75 juta.
Selain itu, pengaruh pendapatan domestik regional bruto (PDRB) terbukti lebih besar memengaruhi Kupedes ketimbang sebaliknya. Tiap tambahan dana Kupedes Rp 1 juta hanya menambah
PDRB rata-rata Rp 64 ribu. Sebaliknya, tiap peningkatan Rp 1 juta PDRB mampu mengangkat ekspansi Kupedes Rp 218.753.
“BRI belum bisa memanfaatkan potensi ekonomi daerah secara optimal. Kupedes membesar berkat pertumbuhan ekonomi dan bukan sebaliknya,” ujar dia.
Oleh karena itu, dia menyarankan agar dilakukan upaya-upaya strategis dan inovatif dalam rangka meningkatkan kemampuan BRI unit untuk meningkatkan kontribusi terhadap perekonomian daerah dan bersaing dengan bank-bank lain dalam meraih pangsa pasar kredit
Revitalisasi Pemasaran
Salah satu solusi untuk meningkatkan ekspansi kredit mikro dan peranannya adalah dengan mengintensifkan pembinaan, seperti yang diperankan oleh mantri BRI. Namun, dalam penelitiannya terungkap bahwa beban para mantri tersebut dirasakan terlalu besar.
“Hal-hal yang harus mendapatkan perhatian selain mengkaji ulang beban kerja dan menambah jumlah mantri dapat dipertimbangkan untuk melaksanakan pendampingan melalui kerja sama dengan pihak ketiga,” ujar Krisna.
Oleh karena itu, dia meminta agar Bank Indonesia dapat mengeluarkan kebijakan yang bersifat mandatori untuk pelaksanaan pendampingan ini. Selain meningkatkan pengetahuan masyarakat lewat edukasi, fokus pendampingan juga dimaksudkan sebagai bagian dari usaha meningkatkan kemampuan calon nasabah agar dapat dinyatakan layak menjadi nasabah Kupedes.
“Kerja sama dengan konsultan keuangan mitra bank (KKMB) dapat menjadi alternatif dalam pelaksanaan pendampingan, setelah dilakukan penyempurnaan struktur organisasi maupun pola manajemen,” tegas Krisna.
Namun, keberadaan KKMB harus dipikirkan lembaga manakah yang memilikinya. Hal ini penting karena kejelasan kepemilikan menjadi faktor penentu dalam setiap produk kredit mikro.
“Keberhasilan produk Kupedes yang dilahirkan sejak tahun 1984 sebetulnya berkat kepemilikan yang jelas. Tidak ada produk yang langgeng kalau tidak ada pemilik yang mengklaim,” tuturnya.
Faktor lain yang berpengaruh positif terhadap penyaluran Kupedes selain pembinaan, adalah faktor pemasaran. Sedangkan prosedur tidak menjadi masalah, (ef)
Sumber: INVESTOR DAILY INDONESIA
http://www.depkop.go.id/component/content/article/377-modal-sosial-faktor-kunci-keberhasilan-kredit-mikro.html
http://www.depkop.go.id/component/content/article/377-modal-sosial-faktor-kunci-keberhasilan-kredit-mikro.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar