Apa yang Anda lakukan dengan koran-koran bekas Anda di rumah? Mungkin ada yang langsung me mbuangnya, atau digunakan untuk membungkus sesuatu. Lain halnya bagi Yunnas Habibillah, pemuda asal Ngawi tersebut memanfaatkan koran-koran bekas tadi menjadi barang yang berharga. Bayangkan apabila Anda bepergian menggunakan sandal atau tas yang terbuat dari koran-koran bekas. Mungkin sebagian dari Anda akan mengernyitkan dahi. Namun jangan salah, ditangan kreatif Yunnas, koran-koran yang mudah robek tersebut bisa menjadi sandal dan tas yang tahan lama dan anti air.
Awalnya Yunnas bereksperimen untuk membuat barang yang bermanfaat yang bahan bakunya mudah didapat, dan tercetuslah ide untuk membuat tas dengan bahan baku koran bekas. Tas tersebut ia buat dengan anyaman koran, dan ia perlihatkan ke beberapa temannya. Tas buatan Yunnas mendapat tanggapan yang positif dari teman-temannya, sehingga pada tahun 2009 kemarin, Yunnas pun memberanikan diri untuk memproduksi tas bahkan sandal yang bahan bakunya dari koran-koran bekas.
Usaha yang ditekuni Yunnas bersama tiga rekannya ini, awalnya tanpa modal sepeser pun. Sampai akhirnya mahasiswa Filsafat Universitas Gajah Mada ini, mengikuti program kewirausahaan yang diadakan kampusnya. Tanpa disangka, proposal Kerajianan dari koran bekas ini mendapat predikat sebagai jawara, dan berhak mendapatkan pinjaman modal sebesar 10 juta rupiah. Dari pinjaman modal tersebutlah Yunnas dan rekan-rekannya mulai merintis usaha.
Bahan baku dan proses produksi kerajinan koran bekas ini didapat dan dikerjakan dengan sistem borongan di Sayegan, Sleman. Di tempat tersebut, Yunnas mencoba memberdayakan masyarakat sekitar, setelah sebelumnya dilakukan pelatihan untuk produksi kerajinan koran bekas. Sampai saat ini, usaha yang diberi nama “Dluwang Art” mampu memproduksi 12 macam sandal, 5 macam tas, tempat tisu, dan pensil. Untuk proses finishing dan pemesanan sendiri dilakukan di rumah kontrakannya di Kutu Patran, Sleman.
Dluwang Art yang kini hanya ditekuni Yunnas dan Novi tersebut bisa meraih omzet 3-5 juta rupiah per bulannya. Omzet tersebut diperoleh dari penjualan dengan sistem eceran dan grosir. Untuk kisaran harga pengecer sendiri, mereka mematok harga Rp. 20.000,00 – Rp. 75.000,00 per pasang sandal atau satu buah tas. Sedangkan harga untuk grosir, mereka mematok Rp. 12.500,00 – Rp. 50.000,00. Apabila ada pemesanan grosir, mereka mematok pemesanan minimal untuk sandal sebanyak 100 pasang, sedangkan untuk tas 10 buah.
Barang hasil produksi Dluwang Art yang awalnya diminati oleh rekan kampus saja, kini telah menjangkau pesanan dari wilayah D.I. Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, bahkan dalam waktu dekat ini akan memasarkan 15 pasang sandal dan 45 tas ke Spanyol. Saat ini Dluwang Art memang baru memasarkan hasil produksinya berdasarkan pesanan. Untuk pemesanan khususnya wilayah Yogyakarta bisa dilakukan langsung di Kutu Patran RT/RW: 03/XIV Sinduadi, Mlati Sleman 55284. Berawal dari mencoba – coba , kini Yunas telah mampu memperoleh peluang sukses dengan usaha rumahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar